Dari Teguran Jadi Gerakan: Bagaimana Pasar Kotabunan Mulai Berubah
- Jul 11, 2025
- Holy Reza Pahlevi Ani

Pada suatu Sabtu pagi, 5 Juli 2025, langkah kaki Bupati Bolaang Mongondow Timur, Oskar Manoppo, menggema di lorong-lorong Pasar Kotabunan Selatan. Di balik senyum dan sapaan akrab kepada pedagang, matanya menyorot tajam pada tumpukan sampah yang menggunung di sisi pasar. Aroma tak sedap, genangan air kotor, dan minimnya kesadaran kebersihan membuatnya menggeleng perlahan.
“Kebersihan pasar berdampak langsung pada kenyamanan dan kesehatan masyarakat, serta aktivitas ekonomi. Ini harus menjadi perhatian bersama,” katanya tegas kepada awak media yang mengikutinya.
Teguran itu cepat menyebar. Bukan hanya menjadi bahan berita lokal, tapi juga menggugah kesadaran di tingkat kecamatan.
Dari Ruang Kerja Camat ke Lorong Pasar
Tak butuh waktu lama, lima hari setelah sidak itu, Camat Kotabunan, Idrus Paputungan, mengeluarkan instruksi kerja bakti massal. Tak sekadar instruksi rutin, ini adalah perintah terstruktur: 8 desa bergerak serentak, dipimpin langsung oleh para Sangadi. Fokus utama: Pasar Kotabunan.
“Warga harus tahu, kita tidak bisa hanya menunggu perubahan dari atas. Kita harus mulai dari sapu di tangan sendiri,” kata Idrus saat kami temui di ruang kerjanya, sesaat setelah kerja bakti digelar.
Warga dari desa Paret Bersatu, Kotabunan Bersatu, dan Bulawan Bersatu, baik Perangkat desa, tenaga ahli Bupati, dan warga biasa bergabung menjadi satu barisan dalam membersihkan pasar Kotabunan.
Bukan Sekadar Bersih: Menuju Sistem Pengelolaan Pasar yang Baru?
Kegiatan kerja bakti ini tak hanya simbolis. Menurut informasi yang kami peroleh dari kantor kecamatan, ke depan akan ada rencana membentuk sistem pengelolaan pasar berbasis desa bersatu, dengan unit kebersihan permanen, jadwal rotasi, dan penunjukan koordinator kebersihan pasar.
Namun upaya itu tak lepas dari tantangan. Tidak adanya bank sampah, TPS3R, maupun petugas teknis kebersihan yang terlatih membuat upaya jangka panjang membutuhkan perencanaan lebih serius.
“Ini langkah awal. Kami sedang menyiapkan proposal integrasi pengelolaan sampah pasar ke dalam sistem desa bersatu. Termasuk kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan BUMDes,” jelas Idrus.
Dari Protes ke Partisipasi
Fenomena ini menunjukkan dinamika penting: bagaimana kritik yang konstruktif dari pemimpin daerah dapat memicu partisipasi kolektif. Dari protes menjadi aksi. Dari teguran menjadi gotong royong.
Camat Kotabunan menyebutnya sebagai "model responsif masyarakat desa terhadap kepemimpinan yang hadir langsung di lapangan."
Jalan Masih Panjang, Tapi Arah Sudah Jelas
Kini, pasar memang belum sempurna. Tapi sudah jauh lebih bersih, lebih manusiawi, dan lebih dihargai. Wajah-wajah pedagang yang biasanya lelah, kini memancarkan harapan. Warga yang biasanya cuek, kini aktif menyapu tanpa disuruh. Itu pertanda: pasar bukan sekadar tempat jual beli, tapi cermin kebudayaan lokal yang hidup.
“Kalau pasar bersih, pembeli betah. Kalau pembeli betah, pedagang senang. Kalau pedagang senang, ekonomi berputar,” ucap seorang warga dengan logika sederhana yang sangat masuk akal.